Jika seseorang hanya tahu apa yang dia ingin tahu, maka hatinya akan beku.
Selasa, 15 Februari 2022
Laporan media Cina menunjukkan setidaknya 10 jenis RAT yang diproduksi di Cina telah disetujui di negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Kanada, dan Yunani. Padahal banyak RAT yang diproduksi di Cina belum disetujui di dalam negeri.Sejumlah ahli berpendapat, alasan mengapa Cina belum mulai meluncurkan RAT dalam skala massal adalah karena kegigihan negara itu dalam menegakkan strategi nol-Covid. "Penegakan Cina terhadap kebijakan nol-Covid di masa mendatang, menentukan tes antigen cepat mungkin tidak cukup efektif pada tahap saat ini," kata Xi Chen, seorang profesor kebijakan kesehatan dan ekonomi di Yale School of Public Health.Pakar lain setuju dengan penilaian Chen.
Mei-Shang Ho, seorang peneliti di Institute of Biomedical Sciences di Academia Sinica di Taiwan menyebutkan, karena RAT tidak begitu sensitif terhadap viral load yang rendah, pengujian PCR adalah metode yang disukai untuk negara-negara yang menerapkan strategi mengidentifikasi semua kasus yang ada.
Para ahli tampaknya setuju dengan fakta, selama Cina menjunjung tinggi strategi nol-Covid-nya, tidak mungkin Beijing mulai menggunakan RAT dalam skala luas. "Karena tes antigen tidak begitu sensitif terhadap beban virus yang rendah, kasus negatif palsu dapat mengancam strategi nol-Covid.Chi dari Oregon State University juga menunjukkan, tidak seperti Cina, negara-negara yang telah menggunakan RAT dalam jumlah besar, telah mengubah tujuan tindakan pengendalian pandemi menjadi pencegahan gejala serius dan kematian. "Jika tujuannya untuk mencegah gejala serius dan kematian, serta mencegah rumah sakit kelebihan beban, maka negara-negara ini tidak perlu terlalu peduli seberapa akurat tesnya," jelasnya. "Yang mereka pedulikan adalah mencegah jumlah infeksi agar tidak lepas kendali."Selain itu, faktor non-medis lainnya juga dapat berkontribusi pada keputusan Cina untuk tidak menggunakan RAT dalam skala besar, kata Chi. "Karena RAT sebagian besar dilakukan oleh warga di rumah, pihak berwenang di Cina mungkin kurang percaya pada hasil tes tersebut.
Dalam sebuah wawancara dengan China News Weekly yang dikelola pemerintah Cina, Bo-lin Tang, Direktur Penjualan Ningbo Dasky Life Science mengatakan, salah satu alasan mengapa RAT berkembang lambat di Cina adalah karena hampir tidak ada pasar untuk tes cepat. "Karena tes PCR dipandang sebagai standar emas di Cina dan kapasitas pengujian negara itu dapat memenuhinya, tidak ada ruang untuk tes antigen cepat," menurutnya.
Salah satu solusi menggabungkan manfaat tes RAT dan PCR mungkin ada di depan mata bagi warga negara Cina. Dalam studi peer-review yang diterbitkan dalam jurnal Nature Biomedical Engineering pada hari Senin (14/02), para ilmuwan Cina dari Universitas Fudan Shanghai mengatakan, mereka telah mengembangkan tes COVID-19 yang dapat memproses hasil seakurat tes PCR dalam waktu kurang dari empat menit. Para peneliti mengumpulkan sampel hidung dari 33 pasien PCR-positif COVID-19, 23 pasien PCR-negatif, enam pasien positif influenza, dan 25 sukarelawan sehat.
Tes tersebut secara akurat memproses semua kasus tanpa kesalahan dalam waktu kurang dari empat menit, menurut penelitian tersebut, hal itu hanya akan membuat perbedaan jika tingkat akurasi 100% dapat bertahan dalam uji sampel yang lebih besar. Chunhuei Chi meyakini, RAT mungkin tidak akan mendapatkan kepercayaan dari otoritas Cina dalam waktu dekat. "Dengan asumsi bahwa Cina perlahan-lahan akan mempertimbangkan untuk menjauh dari strategi nol-Covid setelah peristiwa politik besar musim gugur ini, RAT mungkin mulai dianggap lebih serius oleh otoritas Cina mulai saat itu," menurutnya. Chen dari Yale juga menganalisis, kapasitas manufaktur Cina untuk RAT mungkin memainkan peran yang lebih penting dalam tindakan pengendalian pandemi di masa depan. "Kapasitas produksi yang besar untuk tes antigen, akan menjadi lebih penting karena strategi nol-Covid Cina akhirnya bergeser," menurutnya.
Sumber: detik.com
Minggu, 13 Februari 2022
Vaksin Covid-19 Mengandung Sitotoksik, Apakah HOAX?
Apakah Vaksin Covid-19 Mengandung Sitotoksik?
Pengertian Sitotoksik
Sebelum saya menjelaskan berita tersebut HOAX atau tidak alangkah baiknya kita harus paham terlebih dulu apa itu Sitotoksik. Kata Sito berarti "Sel" sedangkan "toksik" adalah racun. Jadi, Sitotoksik merupakan zat yang dapat mengakibatkan kerusakan pada sel.
Beredar sebuah postingan di Instagram yang berbahasa inggris
memberikan pernyataan bahwa protein lonjakan pada Covid-19 bersifat
Sitotoksik.
Faktanya, dilansir dari reuters, para ahli di Meedan Digital Health Lab menyebutkan bahwa sejauh ini tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa protein lonjakan yang dibuat dalam tubuh dari vaksin Covid-19 beracun atau merusak organ tubuh. Penelitian menunjukkan bahwa protein lonjakan tetap menempel pada permukaan sel di sekitar tempat suntikan dan tidak melakukan perjalanan ke bagian lain dari tubuh melalui aliran darah. 1% dari vaksin yang mencapai aliran darah dihancurkan oleh enzim hati.
Anna Durbin seorang Professor Kesehatan Internasional menjelaskan, ketika kita di vaksinasi, sel menggunakan mRNA (messenger RNA) untuk membuat protein lonjakan yang menunjukkan sistem kekebalan. Protein lonjakan tidak membunuh sel-sel itu dan tidak sitotoksik. Sel yang merupakan bagian dari sistem kekebalan kemudian melihat protein lonjakan dan mengingatnya sehingga jika ada paparan virus nanti, mereka dapat mengenalinya dan membunuh sel yang terinfeksi.
Inti
Jadi, pada intinya vaksin covid-19 sama sekali tidak mengandung Sitotoksik dan sangat aman untuk digunakan. Mari kita menyadari pentingnya vaksinasi agar terhindar dari wabah virus covid-19 ini. Dan juga ingat untuk selalu menyaring informasi yang ada di Internet ataupun di lingkungan sebelum kita meng-sharing informasi tersebut.
Berita tersebut adalah HOAX.